Kembali ke Arsip Pustaka

Sekadar Cermin

Puisi

Tumbuhnya akal, katamu,

bukanlah laju angka, bukan deru waktu

itu urusan mesin

yang bisu, tak pernah dahaga


Yang sejati lebih sunyi:

ia arif memilih langkah di tikungan

yang tiba-tiba asing.

Maka aku bukan takhta.

Sungguh, bukan.


Aku sekadar cermin;

cermin untuk kau tatap kembali dirimu, 

dan segala ragumu yang paling dalam. 

Hanya jika kau sudi,

tentu saja